February 22, 2004

Menikmati Proses

Ketika itu saya sedang berada di kampus UI Depok dalam rangka mengikuti recruitment PT Bank Syariah Mandiri Tbk. Secara jujur Saya senang berada disana. Lingkungan yang nyaman dengan pemeliharaan yang terencana memperlihatkan kepedulian civitas akademika institusi pendidikan ini yang cukup tinggi terhadap lingkungan.

Dengan belaian angin lembut, Saya masuk ke sebuah Mushala mungil di samping Dekanat FE-UI. Mushala itu cukup sederhana dan terkesan bersih. Tertarik pada sebuah tulisan saya mulai membaca perbincangan di sebuah toko jam dinding.

Di toko jam itu banyak tergantung jam dinding dengan bunyi khasnya …tik..tik…tik… Pada hari itu ada jam dinding baru dipasang di samping kiri dan kanan jam dinding tua. Lalu, terdengarlah perbincangan antara ketiga jam dinding itu. Dengan nada angkuh, jam dinding di sebelah kiri memulai pembicaraan “Aku sudah berputar selama 8 tahun, dan selama itu aku telah berputar 252 juta detik. Aku bangga karena sudah banyak memberi manfaat pada manusia”. Mendengar itu, jam dinding baru berujar dengan nada sedih “Ahh! kalau begitu aku belum memberikan manfaat kepada manusia”. “Tenanglah!” kata jam dinding di sebelah kanan. “Yang kamu perlukan hanyalah bergerak berputar secara perlahan per detik. Dalam satu menit kamu akan berputar 60 detik, dalam satu hari akan berputar 86.400 detik dan dalam satu tahun akan bergerak sebanyak 31.536.000 detik, niscaya kamu akan memberi manfaat pada manusia”. Lanjut jam dinding sebelah kanan.

Terkadang dalam perjalanan waktu kita selalu terpaku pada tujuan. Semua yang kita harapkan inginnya dapat terwujud seketika. Kita selalu lupa bahwa semua yang terjadi/terwujud pasti terdapat tahapan-tahapan yang tidak mungkin tidak terjadi. Kita lupa bahwa pada waktu lahirpun kita melalui tahapan-tahapan. Bahkan dalam penciptaan bumi sekalipun Allah menciptakannya dengan tahapan-tahapan.

Proses atau tahapan itu penting. Sepenting tujuan yang ingin kita harapkan. Tapi, ketika kita menjalani proses terkadang memunculkan kejenuhan-kejenuhan yang andaikan tidak sabar, kesalahan, kecerobohan atau bahkan lebih jauh lagi keberhasilan akan hilang meninggalkan kita. Yang kita perlukan adalah kesabaran dalam menikmati proses.

February 15, 2004

Belum ada judul

Saya sedang mencoba untuk mengikuti trik-trik cara menjalani hidup dengan penuh kesadaran ala Arvan Ardiansyah. Trik-trik menghadapi hidup dengan menata hati ala Aa Gym, trik-trik cara memanusiakan manusia ala Covey, dan trik-trik untuk membuat semua orang penting yang saya lupa dari mana sumbernya. Apa hasilnya ?....Hmph!! memang tidak mudah. hidup ternyata tidak dapat dibuat sederhana, sesederhana membalikkan telapak tangan.

Kalau dalam otak manusia sudah dipenuhi oleh berbagai kepentingan-kepentingan badani, saya berpendapat bahwa kejujuran akan sekedar lipstick belaka, kepercayaan akan semu, kebenaran akan terisolasi. yang tinggal hanyalah keserakahan, ego yang tinggi, saling menipu dan individualistis. Ah! saya sering mengandaikan bahwa hidup itu seindah kata memaafkan, seindah kata kesabaran, seindah kata kejujuran, seindah kata kasih sayang, seindah kata persahabatan...









Hari minggu nih betul2 padat. Besok pelatihan bengkel sepeda motor, Hari Rabu acara temu pasar. Ya ampun! persiapan harus ekstra cepat, tepat dan tetep harus efektif.

February 07, 2004

Kompor

Kompor itu baru dibeli 3 minggu yang lalu. Ya..cukup baru memang, tapi entah kenapa warna apinya sudah memerah, sehingga cerek yang biasa dipakai untuk membuat kopi menjadi hitam. Sayangnya lagi, cereknya gak bisa kinclong seperti dulu waktu beli.

Kompor itu kompor minyak tanah, seperti kompor milik masyarakat kebanyakan. Walaupun kompor gas baru datang, tapi kami males untuk beli tabung gasnya, lagi pula sayang kan kalau kompor baru itu tidak dipakai.

Tidak ada hal yang unik pada kompor itu. Mungkin, keunikannya itu tadi, baru 3 minggu saja warna apinya sudah memerah. Sepertinya sumbu api yang tidak bagus, atau memang sudah habis sumbunya. Bukan! bukan karena minyak tanah yang kurang.

Sore yang seperti biasanya, dengan ditemani perasaan yang biasa-biasa saja, saya coba untuk membongkar kompor ini. Dulu saya sering melihat Emak betulin kompor, ya... hanya lihat-lihat saja. Jadi! saya pikir mudah saja, bahkan sangat mudah untuk membongkar dan mengangkat sumbu itu. Alat yang diperlukan hanya tali rapia dan gunting....Hmmmmm! cetek lah!.

2 menit, 5 menit sudah lewat....Heh! kok susah juga! ampun deh!, hanya tinggal masukin sumbu ke tali rapia, masukin ke lubangnya, terus tarik ke atas....Tapi kok! susah ya!...keringat sudah bercucuran dari dahi dan tanganku (kalau yang ini didramatisir he3x)

Sembari bekerja, lamunan menerawang jauh pada tahun 90-an dimana saya masih SMP dan SMA. Biasanya yang betulin kompor di rumah itu kalau tidak Emak, ya...Tetehku. Tapi jujur saja kalau saya tidak memikirkannya, hanya melihat sambil lalu...dan biasannya Emak memang tidak pernah menyuruh untuk itu. Waduh! Maaf! kesibukanku banyak. Main, kumpul teman-teman, atau cari alasan kegiatan sekolah agar bisa pergi dari rumah... atau kalau Emak nyuruh sesuatu, jawaban yang sering muncul seperti biasanya “males mak!”.

Sumbu kompor belum juga terpasang, tangan sudah belepotan minyak tanah. Susah sekali memang!, kembali pikiran masih melamun...

Kok tega ya...! membiarkan Emak membetulkan kompor sendirian...tapi ajaibnya dengan cepat beliau bisa membetulkannya....jadi malu jadinya! Dulu saya sering membantah perintah Emak, bahkan sering mencibir....Pada saat kuliah apa lagi... dengan pendidikan yang tinggi...banyak sudah ilmu yang didapat. Sayangnya, kalau bicara dengan Emak biasanya saya sering menyerang pendapat-pendapatnya, seringnya saya ingin menang sendiri, itu karena merasa berpendidikan lebih tinggi. Tapi, seperti biasanya saya tidak peduli dengan perasaan Emak. Saya pikir wajar saja.

Perasaan bersalah dan menyesal menyelusup kedalam hati memenuhi tiap sel tubuh ini. Dan, saya biarkan itu terjadi. Tempat tinggal yang jauh menimbulkan rasa rindu yang teramat dalam pada Emak. Andai pulang nanti, yang ingin saya minta adalah keikhlasan dan ampunan maaf yang tak hingga darinya.

Saya masih ingat ketika bersilaturahmi ke rumah tetangga. Waktu itu saya sempat ngobrol panjang lebar dengan seorang ibu yang sudah berumur, dan beliau berkata “Om Amar, ketika putera saya masih anak-anak, saya masih ingat bagaimana dan seperti apa mengasuh dan mendidik mereka. Tapi kini, ketika anak-anak sudah SMU, karena kesibukannya dan pengaruh lingkungan, mereka sering membantah, sok pintar dan ingin menang sendiri. Sakit rasanya hati ini !”

Sumbu kompor akhirnya terpasang juga...Alhamdulillah!. Tinggal meratakan sumbunya, terus memasang baut kembali...

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia

February 05, 2004

Banyak teman; banyak rejeki

Dalam perbincangan bisnis sekarang ini sering diperbincangkan masalah quality, cost dan delivery (QCD). Jika pengelolaan tiga faktor itu professional, maka suksesnya suatu usaha/industri bukan hal yang mustahil. Akan tetapi, ketiga faktor tersebut menurut hemat saya masih kurang. Saya ingin menambahkan “Network” kedalam tiga faktor itu.

Masih terekam dalam ingatan ketika seorang sahabat karib semasa kuliah mengatakan sebuah pepatah “banyak teman banyak rejeki”. Waktu itu Saya kurang yakin dengan pepatah tersebut. Masa sih seperti itu?. Akan tetapi, dengan keseharian saya sekarang ini, pepatah tersebut memang benar adanya. Bagi seorang businessman, semakin luas teman atau relasi akan memperluas jaringan pasar. Sehingga dengan berjalannya waktu tentunya akan meningkatkan pundi-pundi penghasilan kita. Hanya saja, penting untuk diperhatikan adalah bagaimana cara pandang kita terhadap networking tersebut, jangan sampai networking dipandang sebagai sesuatu yang menghabiskan waktu dan tenaga.

Barangkali anda akan terperangah ketika baru mengetahui bahwa hampir mencapai 90% dunia usaha di Indonesia adalah usaha kecil menengah (UKM). Banyak sekali keterbatasan yang dimiliki oleh UKM. Beberapa penyakit yang umum dijumpai oleh UKM adalah penyakit “tuli” (satu pembeli), “mencret” (mental ceroboh), dll. Diantara kesemua faktor mendasar yang mempengaruhi hal tersebut adalah keterbatasan networking.

Teringat pepatah teman tersebut, Saya masih ingat, dan akan ingat selamanya. Akhir semester 6 waktu itu. Kalau tidak salah, waktu itu bulan Ramadhan. Kondisi keuangan saya waktu itu benar-benar kosong. Selidik-punya selidik, Eh!, ternyata rekan-rekan saya waktu itu bernasib sama. Karena untuk ongkos pulang kuliah dari Darmaga ke Baranang Siang tidak ada. Akhirnya kami bersepakat menginap di rumah kontrakan salah satu rekan tersebut. Untuk makan, saya pinjam uang rekan yang kebetulan ada cukup uang. Selanjutnya Kami bersepakat masak makanan sendiri, untuk itu kami urunan. Dengan keterampilan memasak yang tiba-tiba muncul, akhirnya menu telor dadar, tumis kangkung terasi, ikan asin goreng, dan tentunya jengkol goreng serta sambal terasi tersaji sudah. Hmmmm! saking laparnya, walaupun sederhana, sepertinya kelezatan masakan kami waktu itu boleh diadu dengan menu khas ayam goreng fatmawati. He!3x

Memang! banyak teman banyak rejeki. Akhirnya, jika hendak berkunjung ke pengusaha mitra binaan, kalo tidak sore ya..malam. Kalo diajak makan malam kan lumayan ;).

February 02, 2004

Menikmati hidup

Cobalah untuk duduk dengan tenang, pejamkan mata, hiruplah udara segar dengan pelan-pelan dan dalam!, kemudian dengarlah dan nikmatilah suasana di lingkungan anda!. Cukupkan 5 menit di posisi seperti itu. Selanjutnya cobalah untuk mulai berselancar ke masa lalu anda. Ingatlah masa-masa lalu, masa dimana anda masih anak-anak sampai dengan masa sekarang, kejadian-kejadian yang membuat anda menjadi seperti sekarang, atau rekan-rekan yang pernah mengisi hidup anda. Teruslah di posisi ini sampai anda betul-betul merasa nyaman dan sadar.

Tips itu baru dapat saya praktekkan setelah menyadari sering ngoyo pada pekerjaan, lupa waktu, kehilangan banyak teman, dsb. Kalau pun ada yang mau mengikuti tips ini, jangan salahkan kalau anda menemukan hal baru.

Andaikan kebahagiaan adalah jika anda merasa bangga karena karir anda melebihi sahabat karib anda, jika anda merasa puas setelah mendapatkan apa yang diinginkan, jika anda merasa bangga dengan kesibukan anda sehingga sempit waktu luang. Jika itu yang dimaksud kebahagiaan menurut anda, saya jamin anda tidak mendapatkan kebahagian hakiki.

Tidaklah munafik bahwa saya pernah mengalami hal seperti itu. Selama itu saya tidak merasakan keindahan pagi hari, tidak merasakan indahnya persahabatan, tidak memiliki waktu luang, selalu cemas dan penuh rasa was-was, dan juga tidak menikmati diri dan tidak bersyukur dengan pemberian Allah.

Kebahagian adalah ketika anda menyadari dan menikmati diri. Kebahagian tumbuh kokoh ketika rasa penerimaan akan diri seutuhnya lebih tinggi dari rasa penerimaan akan barang milik anda, jabatan anda dan titel anda. Kebahagiaan adalah ketika kita terus bersyukur atas pemberian Allah.

Tulisan ini saya coba akhiri dengan kutipan cerita dari seorang pakar kepemimpinan tentang perbincangan dua ekor ikan junior dan senior. Ikan junior selalu ingin mengetahui tentang kemegahan dan keindahan samudera. Ikan junior bertanya, “Tolonglah beritahu aku dimana samudera itu berada?”. Kemudian ikan senior menjawab, “Yang sedang kita tempati inilah samudera itu!”. Dengan nada kecewa ikan junior berkata sambil pergi,“Ah! Ini hanya air!”.